Pages

Saturday, July 21, 2012

Umar bin Khattab, teladan Seorang Pemimpin


Umar bin Khatthab adalah orang yang sangat tawadhu’ kepada Allah. Kehidupan dan makanannya sangat sederhana. Beliau terkenal sangat tegas dalam urusan agama Allah, selalu menambal bajunya dengan kulit, membawa ember diatas kedua pundaknya, dengan wibawanya yang sangat besar, selalu mengendarai keledai tanpa pelana, jarang tertawa dan tidak pernah bergurau dengan siapapun.

Pada masa ke khalifahannya, beliaulah yang pertama kali digelari Amirul Mukminin. Beliaulah yang pertamakali membuat penanggalan hijriah, mengumpulkan manusia untuk Shalat Tarawih berjama’ah, orang yang pertama kali berkeliling dimalam hari mengontrol rakyatnya di madinah, yang pertama kali membawa tongkat pemukul untuk memberi pelajaran dan menghukum yang salah dan masih banyak lagi keutamaan beliau sebagai seorang pemimpin.

Seperti sudah di ceritakan di atas bahwa beliau adalah orang yang pertama kali berkeliling dimalam hari untuk mengontrol rakyatnya. Berdasarkan hal ini, ada suatu cerita pada suatu malam Umar bin Khattab sedang berkeliling bersama Aslam ke dusun Waqim. Ketika mereka sampai di Shirar (sebuah sumur yang berjarak sekitar 3 mil dari kota madinah), mereka melihat ada api yang dinyalakan. Umar berkata, ‘wahai Aslam disana ada musafir yang kemalaman, mari kita berangkat menuju mereka.’ Mereka segera mendatangi nya dan ternyata disana ada seorang wanita bersama anak-anaknya sedang menunggu periuk yang diletakkan diatas api, sementara anak-anaknya sedang menangis, Umar bertanya, ‘Assalamu’alaiki wahai pemilik api.’ Wanita itu menjawab, ‘wa’alaika as-salam’, Umar berkata, ‘kami boleh mendekat?’ dia menjawab, ‘Silahkan!’ Umar segera mendekat dan bertanya, ‘Ada apa gerangan dengan kalian?’ Wanita itu menjawab, ‘kami kemalaman dalam perjalanan serta kedinginan.’ Umar kembali bertanya, ‘kenapa anak-anak itu menangis?’ Wanita itu menjawab, ‘Karena lapar.’ Umar kembali bertanya, ‘Apa yang engkau masak diatas api itu?’ Dia menjawab, ‘ Air agar aku dapat menenangkan mereka hingga tertidur. Dan Allah kelak yang akan jadi hakim antara Kami dengan Umar.’

Maka Umar menangis dan segera berlari pulang menuju tempat penyimpanan gandum. Ia segera mengeluarkan sekarung gandum dan seember daging, sambil berkata, ‘wahai Aslam naikkan karung ini keatas pundakku.’ Aslam berkata, ‘Biar aku saja yang membawanya untukmu.’ Umar menjawab, ‘Apakah engkau mau memikul dosaku kelak dihari kiamat?!’ Maka beliau segera memikul karung tersebut diatas pundaknya hingga mendatangi tempat wanita itu. Setelah meletakkan karung tersebut, beliau segera mengeluarkan gandum dari dalamnya dan memasukannya kedalam periuk. Setelah itu beliau memasukan daging kedalamnya. Umar berusaha meniup api dibawah periuk hingga asap menyebar diantara jenggotnya untuk beberapa saat. Setelah itu Umar menurunkan periuk dari atas api dan berkata, ‘Berikan aku piring kalian!.’ Setelah piring diletakkan segera Umar menuangkan isi periuk kedalam piring itu dan menghidangkannya kepada wanita itu dan berkata, ‘Makanlah!’ Maka anak-anak itu makan hingga kenyang, wanita itu berdo’a untuk Umar agar diberi ganjaran pahala sementara dia sendiri tidak mengenal Umar.

Umar masih bersama mereka hingga anak-anak itu tertidur pulas. Setelah itu Umar memberikan kepada mereka nafkah lantas pulang. Umar berkata kepada Aslam, ‘Wahai Aslam sesungguhnya rasa laparlah yang membuat mereka begadang dan tidak dapat tidur.’

Sebagai seorang khalifah atau pemimpin, Umar bin Khattab memiliki rasa tanggung jawab yang sangat besar terhadap tugas yang di embannya. Beliau menjalankan tugas semata-mata hanya karena rasa takutnya kepada Allah SWT. Imbalan yang dia harapkan adalah imbalan dari-NYA. Sehingga seluruh rakyat yang berada di bawah tanggung jawabnya dapat merasakan dan mendapatkan apa yang menjadi haknya.

Untuk saat ini, mungkin sangat jarang sekali atau mungkin juga tidak ditemukan sosok pemimpin seperti Umar bin Khattab. Yaitu sosok pemimpin yang selalu berusaha untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk kemelaratan rakyat. Sosok pemimpin yang selalu berusaha memahami penderitaan rakyat, bukan sosok dictator yang hanya bisa memeras keringat dan menguras air mata rakyat.

Wallahualam bisawab

Tuesday, July 10, 2012

Di balik sabar dan syukur


Dalam hidup dan kehidupan, masalah adalah merupakan hal yang biasa. Di setiap detik, jam, hari, minggu, bulan atau tahunnya, selama nafas kita masih keluar masuk paru-paru, selama itu pula masalah akan selalu hadir untuk kita selesaikan.

Kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan, makhluk yang dikaruniai akal dan penalaran untuk memahami ilmu pengetahuan sudah di rancang sedemikian rupa untuk bisa mengambil tindakan dalam suatu kondisi. Dengan akal kita di beri kemampuan untuk dapat memilih yang terbaik bagi kita. Dan mungkin karena itulah hidup kita ditakdirkan untuk berhadapan dengan berbagai masalah yang harus diperjuangkan untuk penyelesaiannya.

Ada saatnya masalah yang kita hadapi dapat diselesaikan dengan mudah, dan hasil yang memuaskan. Disinilah kita wajib mensyukuri nikmat tersebut. Akan tetapi ada saatnya pula masalah yang kita hadapi sepertinya tidak berujung. Kita merasa segala daya dan upaya sudah dilakukan untuk menghadapinya, tapi tiada hasil yang dapat kita raih. Dalam keadaan seperti inilah kesabaran kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia di uji.

Ada suatu cerita yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA yang mungkin dapat menggambarkan tentang konsep kesabaran dan rasa syukur dalam menghadapi hidup. Begini ceritanya…

Dari Abu Hurairah RA, ia mendengar Nabi SAW bersabda, “Ada tiga orang Bani Israil yang mempunyai penyakit belang, botak, dan buta. Kemudian Allah hendak menguji mereka. Maka Allah mengutus malaikat kepada mereka. 

Malaikat itu datang kepada si belang dan bertanya : ‘Apakah yang paling kamu inginkan ?’

Si belang menjawab : ‘saya menginginkan paras yang tampan dan kulit yang bagus serta hilang penyakitku yang menjadikan orang-orang memandang jijik kepadaku’

Malaikat itu kemudian mengusap si belang. Tiba-tiba hilanglah penyakit yang menjijikan itu dan parasnya berubah menjadi tampan, dan ia memiliki kulit yang bagus.

Malaikat itu bertanya lagi : ‘harta apakah yang paling kamu senangi?’

Si belang menjawab : ‘unta’ (dalam riwayat lain “sapi”).

Kemudian ia diberi unta yang sedang hamil sepuluh bulan dan malaikat itu berkata : ‘semoga Allah memberi berkah atas rahmat yang kamu terima’.

Kemudian malaikat mendatangi si botak dan bertanya : ‘Apakah yang paling kamu inginkan?’
Si botak menjawab : ‘rambut yang rapi dan hilangnya penyakit yang menyebabkan orang-orang jijik kepadaku’

Malaikat itu kemudian mengusap kepala si botak. Tiba-tiba hilanglah penyakitnya dan tumbuhlah rambut yang rapi.

Malaikat itu bertanya lagi :’harta apakah yang paling kamu senangi?’
Si botak menjawab : ‘Sapi’.

Malaikat itupun memberinya sapi yang sedang hamil. Ia berkata : ‘Semoga Allah memberi berkah atas rahmat yang kamu terima’.

Selanjutnya malaikat itu mendatangi si buta dan bertanya : ‘ Apakah yang paling kamu inginkan?’
Si buta menjawab : ‘Allah mengembalikan penglihatanku, sehingga aku dapat melihat orang’.

Malaikat itu lantas mengusap si buta dan Allah mengembalikan penglihatannya. Malaikat itu bertanya lagi : ‘harta apakah yang paling kamu senangi?’

Si buta menjawab : ‘kambing’. Kemudian ia di beri kambing yang sedang hamil.

Selang beberapa tahun, unta, sapi dan kambing berkembang biak. Unta bertambah banyak sehingga memenuhi satu lembah. Demikian juga dengan sapi dan kambing. Kemudian malaikat tadi datang kepada si belang dengan menyerupai orang yang berpenyakit belang seperti keadaan si belang waktu itu.

Malaikat berkata : ‘saya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di tengah-tengah perjalanan. Sampai hari ini, tidak ada yang mau memberi pertolongan kepada saya kecuali Allah. Saya harap engkau mau memberi pertolongan. Saya mohon kepadamu atas nama Tuhan yang telah memberi engkau paras yang tampan dan kulit yang halus, serta harta kekayaan. Saya hanya meminta satu ekor unta untuk bekal didalam melanjutkan perjalanan saya’.

Si belang berkata : ‘Hak-hak yang harus saya berikan masih banyak. Saya tidak bisa membekali apa-apa’.
Malaikat itu berkata : ‘kalau tidak salah, saya kenal dengan kamu. Bukankah kamu dulu orang yang berpenyakit belang sehingga orang-orang lain merasa jijik kepadamu. Bukankah kamu dulu orang yang miskin, kemudian Allah member rahmat kepadamu?’

si belang berkata : ‘harta kekayaanku ini adalah dari nenek moyangku’.

Malaikat itu berkata : ‘jika kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu seperti keadaan semula’.
Kemudian malaikat itu datang kepada si botak dengan penampilan yang sama sebagaimana si botak dulu dan berkata seperti yang dikatakan kepada si belang. Si botak pun menjawab sebagaimana si belang. Kemudian malaikat itu berkata : ‘jika kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu seperti semula’. 

Setelah itu malaikat itu pergi menemui si buta dalam keadaan yang sama seperti keadaan si buta dulu. Malaikat berkata : ‘‘saya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di tengah-tengah perjalanan. Sampai hari ini, tidak ada yang mau memberi pertolongan kepada saya kecuali Allah’. Saya harap engkau mau member pertolongan. Saya mohon kepadamu atas nama Tuhan yang telah mengembalikan penglihatanmu. Saya hanya meminta satu ekor kambing untuk bekal di dalam melanjutkan perjalanan saya’. 

Si buta berkata : ‘saya dahulu adalah orang buta. Kemudian Allah mengembalikan penglihatan saya. Maka, ambilah apa yang kamu inginkan dan tinggalkanlah apa yang kamu tidak senangi. Demi Allah saya tidak akan menahanmu untuk mengambil apapun yang kamu ambil atas nama Allah Yang Maha Agung’.
Malaikat itupun berkata : ‘peliharalah harta kekayaanmu. Sebenarnya kamu hanyalah diuji. Allah benar-benar ridha kepadamu dan dia murka kepada kedua kawanmu’ “. (HR.Bukhari dan Muslim)

Sumber : Shahih Riyadush Shalihin