Pages

Monday, March 17, 2014

Tenanglah Hati, mengendaplah Pikiran

Sobat inspirasi, ada sebuah bahan renungan yang di Share oleh sahabat saya pagi ini melalui group Blackberry Messenger yang saya ikuti. Isi bahan renungan tersebut agaknya akan sangat disayangkan sekali kalau hanya lewat begitu saja. Saya mencoba membagi kembali isi bahan renungan tersebut. Berikut uraiannya :

Saudaraku,,

Kita lahir dengan dua mata didepan wajah kita, karena kita tidak boleh selalu melihat kebelakang. Tapi pandanglah semua itu kedepan, pandanglah masa depan kita.

Kita dilahirkan dengan dua buah telinga satu dikanan dan satu dikiri, supaya kita bisa mendengarkan semuanya dari dua sisi. Untuk bisa mengumpulkan pujian dan kritik dan menyeleksi mana yang benar dan mana yang salah.

Kita dilahirkan dengan otak didalam tengkorak kepala kita. Sehingga tidak peduli semiskin apapun kita, kita tetap kaya. Karena tidak akan ada satu orangpun yang bisa mencuri otak kita, pikiran kita dan ide kita. Dan apa yang anda pikirkan dalam otak anda jauh lebih berharga daripada emas dan perhiasan.

Kita lahir dengan dua mata, dua telinga tapi kita hanya diberi satu mulut. Karena mulut adalah senjata yang sangat tajam, mulut bisa menyakiti, bisa membunuh, bisa menggoda, dan banyak hal lainnya yang tidak menyenangkan. Sehingga ingatlah bicara sesedikit mungkin tapi lihat dan dengarlah sebanyak-banyaknya.

Kita lahir hanya dengan satu hati jauh didalam tulang iga kita. Mengingatkan kita pada penghargaan dan pemberian cinta diharapkan berasal dari hati kita yang paling dalam. Belajar untuk mencintai dan menikmati betapa kita dicintai tapi jangan pernah mengharapkan orang lain untuk mencintai kita seperti kita mencintai dia.

Saudaraku, inilah hidup kita, dengan segala nikmat yang diberikan-NYA. Maka tugas kita adalah memanfaatkan semua nikmat-NYA sebagai kendaraan kita untuk kembali kepada-NYA. Inilah hidup kita, yang dianugerahkan-NYA untuk kita agar kita bisa kembali kepada-NYA dengan derajat yang lebih baik sebagai penghuni surga yang indah tiada dua..

Sahabatku, selamat merenung…

Thursday, March 13, 2014

Kisah Hajar dan Ismail

Dikisahkan manakala Ibrahim belum kunjung dikaruniai anak dari istrinya, Sarah, maka Sarah memberikan hamba sahayanya kepada Ibrahim untuk dinikahi dengan harapan bahwa dari dirinya Allah akan memberi anak. Hajarpun hamil dan melahirkan Ismail dibumi yang penuh hikmah, Palestina.
Rasulullah.saw menceritakan kisah Hajar kepada kita, apa yang terjadi diantara dia dengan Sarah dan bagaimana Allah memerintahkan Ibrahim agar pindah bersama Hajar dan Ismail kebelahan bumi termulia (Mekah). Rasulullah.saw menjelaskan kondisi tempat dimana Hajar dan putranya, Ismail, berdiam. Beliau menjelaskan kepada kita tentang Ibrahim yang meninggalkan keduanya ditempat yang sepi, tanpa makanan, minuman, dan penduduk. Beliau juga menjelaskan apa yang terjadi dengan Hajar dan Ismail sepeninggal Ibrahim sampai akhirnya Ibrahim dan Ismail membangun Baitullah al Haram sebagai rumah pertama yang diletakkan untuk manusia.
Bukhari meriwayatkan dalam sahih nya dari Said bin Jubair yang berkata bahwa Ibnu Abbas berkata :

Wanita pertama yang membuat ikat pinggang adalah ibu Ismail. Hal itu ia lakukan agar dapat menutupi jejak kakinya dari Sarah. Kemudian Ibrahim membawa istri dan putranya, Ismail yang masih disusuinya. Hingga akhirnya Ibrahim menempatkan keduanya didekat Baitullah disisi sebuah pohon besar di atas sumur zamzam di bagian atas Masjidil Haram. Pada saat itu Makah tidak berpenghuni seorangpun, dan tidak ada air. Beliau meninggalkan keduanya, juga meletakkan sebuah kantong berisi kurma dan kantong kulit berisi air. Ketika Ibrahim melangkah pergi, Hajar menyusulnya seraya bertanya,

Wahai Ibrahim kemana engkau akan pergi ?, Apakah engkau akan meninggalkan kami dilembah yang tidak ada seorang manusia pun dan tidak ada sesuatupun?” 

 Hajar terus menerus menanyakan hal itu, dan Ibrahim tidak menoleh kepadanya. Maka Hajar bertanya kembali,

Apakah Allah yang menyuruhmu melakuikan ini ? “

Ibrahim menjawab, “ya.” Hajarpun berucap, “Kalau memang demikian, Dia tidak akan mengabaikan kami.” Selanjutnya Hajar kembali.
 
Ibrahim terus berjalan hingga ketika sampai disebuah bukit dimana mereka tidak melihatnya, beliau menghadapkan wajahnya ke Baitullah, lalu berdo’a dengan beberapa kalimat seraya mengangkat kedua tangannya dan mengucap,

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman didekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berikanlah rizki kepada mereka dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Qs.Ibrahim : 37)
Hajar menyusui Ismail dan meminum dari air yang berada didalam kantong kulit. Air sudah habis, dia merasa kehausan, demikian pula putranya yang merengek-rengek kehausan. Ia pun pergi karena tidak tega melihatnya. Hingga ia menemukan Shafa, gunung yang paling dekat dengannya. Maka ia berdiri diatasnya, menghadap kelembah sambil melihat-lihat adakah seseorang, tetapi dia tidak melihat seorangpun. Setelah turun dari Shafa, ia sampai dilembah, ia mengangkat ujung bajunya dan berusaha keras seperti orang yang berjuang mati-matian, hingga berhasil melewati lembah. Lalu dia mendatangi Marwah, berdiri diatasnya sambil melihat apakah ada seseorang yang dapat dilihatnya, tetapi dia tetap tidak melihat seorangpun. Dia melakuakn hal itu sebanyak tujuh kali.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi.saw berkata, “Karena hal inilah orang-orang melakukan sa’i diantara keduanya (Shafa dan Marwah).”

Ketika mendekati Marwah, ia mendengar sebuah suara. Ia pun berkata kepada dirinya, “diam !".” Kemudian ia berusaha mendengar lagi hingga ia pun mendengarnya. Lalu ia berkata, “Engkau telah memperdengarkan, adakah engkau dapat menolong ?” Tiba-tiba ia mendapatkan malaikat ditempat sumber air zamzam. Kemudian malaikat itu menggali tanah dengan tumitnya-dalam riwayat lain- dengan sayapnya hingga munculah air. Ia membendung air dengan tangannya. Air itu terus mengalir deras setelah ia menciduknya.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi.saw bersabda, “Semoga Allah melumpahkan rahmat kepada ibu Ismail, jika saja ia membiarkan zamzam.” Atau berliau bersabda, “Seandainya ia tidak menciduk airnya, niscaya zamzam menjadi mata air yang mengalir.”
Lebih lanjut Ibnu Abbas mengatakan bahwa kemudian ia meminum air itu dan menyusui anaknya. Lalu malaikat berkata kepadanya, “Janganlah engkau khawatir akan disia-siakan, karena disini terdapat sebuah rumah Allah yang akan dibangun oleh anak ini dan bapaknya. Dan sesungguhnya Allah tidak akan menelantarkan penduduknya.” Posisi rumah Allah itu terletak lebih tinggi dari permukaan bumi, seperti sebuah anak bukit yang diterpa banjir sehingga mengikis bagian kiri dan kanannya.
Kondisi ibu Ismail terus seperti itu sampai sekelompok bani Jurhum atau sebuah keluarga dari kalangan bani Jurhum melewati mereka. Mereka datang melalui jalan Keda’. Kemudian mereka mendiami daerah Mekah yang paling bawah. Mereka melihat seekor burung berputar diangkasa, mereka mengatakan, “burung itu pasti sedang mengitari air. Kita mengenal bahwa di lembah ini tidak ada air.” Mereka pun mengutus satu atau dua orang. Ternyata utusan itu menemukan air. Lalu mereka kembali dan memberitahukan perihal air tersebut. Maka merekapun datang.
Ibnu Abbas selanjutnya menceritakan, Ibu Ismail ketika itu masih berada disumber air tersebut. Merekapun bertanya kepadanya, “Apakah engkau mengijinkan kami untuk singgah disini?” “ya, tetapi kalian tidak berhak atas air ini.” Jawab ibu Ismail. Merekapun menyahut, “baiklah.”
Kemudian, lanjut Ibnu Abbas, Nabi.saw bersabda, “Maka ibu Ismail menerima hal itu, karena ia memerlukan taman.”
Merekapun singgah disana dan mengirimkan utusan kepada keluarga mereka agar ikut datang dan menetap disana bersama mereka. Hingga berdirilah beberapa rumah. Akhirnya sang bayipun (Ismail) tumbuh besar dan belajar bahasa arab dari mereka, serta menjadi orang yang paling dihargai dan dikagumi ketika menginjak usia remaja. Setelah dewasa mereka menikahkannya dengan seorang wanita dari kalangan mereka.
Setelah itu ibu Ismail meninggal dunia. Setelah Ismail menikah, Ibrahim datang untuk mencari yang dulu ditinggalkannya, tetapi ia tidak menemukan Ismail disana. Lalu Ibrahim menanyakan keberadaan Ismail kepada istrinya (Menantu Ibrahim). Istri Ismail menjawab, “ia sedang pergi mencari nafkah untuk kami.” Kemudian Ibrahim menanyakan perihal kehidupan dan keadaan mereka, maka istrinya menjawab, “kami berada dalam kondisi yang buruk. Kami hidup dalam kesusahan dan kesulitan.” Ia mengeluh kepada Ibrahim. Ibrahim pun berpesan, “jika suamimu datang, sampaikan salamku kepadanya dan katakan padanya agar mengubah palang pintunya.” Ketika Ismail datang, seolah-olah ia merasakan sesuatu, kemudian ia bertanya, “apakah ada orang yang datang mengunjungimu?” “ya, kami didatangi seorang yang sudah tua, begini dan begitu, lalu ia menanyakan kepada kami mengenai dirimu, dan aku memberitahukannya. Selain itu ia pun menanyakan ihwal kehidupan kita disini, maka akupun menjawab bahwa kita hidup dalam kesulitan dan kesusahan,” jawab istrinya.
Apakah ia berpesan sesuatu kepadamu ?,” tanya Ismail. Istrinya mejawab, “ia menitipkan salam kepadaku untuk aku sampaikan kepadamu dan menyuruhmu agar mengubah palang pintu rumahmu.” Ismailpun berujar, “ia adalah ayahku, Ia menyuruhku untuk menceraikanmu. Karenanya kembalilah engkau kepada keluargamu.” Maka Ismail menceraikannya, lalu mengawini wanita lain dari bani Jurhum.
Ibrahim tidak mengunjungi mereka selama beberapa waktu. Setelah itu Ibrahim mendatanginya, namun ia juga tidak mendapatinya. Kemudian ia menemui istrinya dan menanyakan perihal keadaan Ismail. Maka istrinya menjawab, “ia sedang pergi mencari nafkah untuk kami.” “Bagaimana keadaan dan kehidupan kalian?” tanya Ibrahim. Istri Ismail menjawab, “kami baik-baik saja dan berkecukupan.” Seraya memuji (Bersyukur kepada) Allah.swt. Kemudian Ibrahim bertanya, “apa yang akan kalian makan ?” Istri Ismail menjawab, “kami memakan daging.” “Apa yang kalian minum ?” Lanjut Ibrahim. Istri Ismail menjawab, “air” Kemudian Ibrahim berdo’a “Ya, Allah berkatilah mereka pada daging dan air.”
Selanjutnya Nabi SAW bersabda, “pada saat itu mereka belum mempunyai makanan berupa biji-bijian. Seandainya mereka memilikinya, niscaya Ibrahim akan mendo’akannya supaya mereka diberikan berkah pada biji-bijian itu.” Lebih lanjut Ibnu Abbas berkata, “diluar Mekah kedua jenis itu (daging dan air) bisa didapatkan dengan mudah, hanya saja keduanya tidak cocok (sebagai makanan pokok).”
Ibrahim berpesan, “jika suamimu datang sampaikan salamku kepadanya dan suruh dia untuk memperkokoh palang pintunya.” Ketika datang, Ismail bertanya, “apakah ada orang datang mengunjungimu ?” Istrinya menjawab, “ya, ada orang tua yang berpenampilan sangat bagus dan ia menanyakan kepadaku perihal dirimu, lalu kuberitahukan. Setelah itu, Ia menanyakan perihal kehidupan kita, maka aku menjawab bahwa kita baik-baik saja.”
Apakah ia berpesan sesuatu hal kepadamu ?” Tanya Ismail, Istrinya menjawab, “ya, Ia menyampaikan salam kepadamu dan menyuruhmu agar memperkokoh palang pintumu.” Lalu Ismail berkata, “Ia adalah ayahku. Engkaulah palang pintu yang dimaksud, Ia menyuruhku untuk tetap hidup rukun bersamamu. “
Kemudian Ibrahim meninggalkan mereka selama beberapa waktu. Setelah itu Ia datang kembali, ketika itu Ismail tengah meraut anak panah dibawah pohon besar dekat sumur zamzam. Ketika melihatnya, Ismail bangkit. Keduanya melakukan apa yang biasanya dilakukan oleh anak dengan ayahnya dan ayah dengan anaknya jika bertemu. Ibrahim berkata, “wahai Ismail, sesungguhnya Allah memerintahkan sesuatu kepadaku.” “Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan Tuhanmu itu, “ sahut Ismail. Ibrahimpun bertanya, “apakah engkau akan membantuku ?” “Aku pasti akan membantumu, “ Jawab Ismail. Ibrahim bertutur, “sesungguhnya Allah menyuruhku untuk membangun sebuah rumah disini.” Seraya menunjuk ke anak bukit kecil yang letaknya lebih tinggi dari sekelilingnya.
Ibnu Abbas pun melanjutkan ceritanya bahwa pada saat itulah keduanya meninggikan pondasi Baitullah. Ismail mengangkat batu, Sedang Ibrahim memasangnya. Ketika bengunan itu sudah tinggi, dia meletakkan sebuah batu untuk dijadikan pijakannya. Ibrahim berdiri diatasnya sambil memasang batu, sementara Ismail menyodorkan batu-batu kepadanya. Keduanyapun berdo’a, “Ya Tuhan kami terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah yang maha mendengar lagi maha mengetahui.” (QS.Albaqarah: 127)
Ibnu Abbas meneruskan bahwa keduanya terus membangun hingga keduanya menyelesaikan seluruh bangunan Baitullah. Keduanya berdo’a, “Ya Tuhan kami terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah yang maha mendengar lagi maha mengetahui.” (QS.Albaqarah: 127)