Pages

Monday, May 6, 2019

KAJIAN ILMU MUSTHOLAH HADITS-1

Kriteria Hadits Shahih (Bag ke-1)

Bagaimanakah suatu hadits dikatakan shahih? Apa saja syarat-syaratnya? Silakan disimak kajian berikut yang insyaallah akan disampaikan secara berseri.

📖 Matan Mandzhumah al-Baiquniyyah
Diriwayatkan oleh orang yang adil, kokoh (dalam periwayatan) mendapatkan (khabar dari orang) yang semisal dengannya…yang diakui dalam kekokohan dan penukilan

Penjelasan:

al-Imam al-Baiquniy rahimahullah menyebutkan kriteria atau persyaratan hadits shahih ada 5, yaitu:

1. Sanadnya bersambung.

2. Para perawinya adil.

3. Para perawinya kokoh dalam periwayatan (dhobth).

4. Tidak syadz

5. Tidak memiliki illat (penyakit/ cacat) yang tercela

Masing-masing poin itu akan dijelaskan secara lebih mendetail

Sanadnya Bersambung

Salah satu kriteria suatu hadits dikatakan shahih adalah jika sanadnya bersambung. Masing-masing perawi benar-benar mendengar langsung dari perawi di atasnya.

Berikut ini adalah contoh hadits dalam Shahih al-Bukhari yang menunjukkan sanadnya bersambung. Al-Imam al-Bukhari menyatakan:

Telah menceritakan kepada kami Khollaad bin Yahya (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Isa bin Thohmaan, ia berkata: Aku mendengar Anas bin Malik –semoga Allah meridhainya- berkata: Ayat (perintah) Hijab turun terkait dengan Zainab bintu Jahsy. Pada saat itu Nabi memberikan makan (kepada tamu undangan) berupa roti dan daging (kambing). Zainab berbangga di hadapan para istri Nabi shollallahu alaihi wasallam yang lain. Zainab berkata: Sesungguhnya Allah menikahkan aku dari atas langit (H.R al-Bukhari).

Sanad dalam hadits itu terdapat perawi dari al-Imam al-Bukhari sampai Anas bin Malik adalah: Khollaad bin Yahya, Isa bin Thohmaan, dan Anas bin Malik.
Al-Imam al-Bukhari mendengar langsung dari Khollaad bin Yahya. Khollaad bin Yahya mendengar langsung dari Isa bin Thohmaan. Isa bin Thohmaan mendengar langsung dari Anas bin Malik.

Jika ditelusuri dalam kitab-kitab biografi para perawi hadits, akan bisa dipastikan bahwa masing-masing perawi itu memang benar-benar pernah mendengar hadits (berguru) pada perawi yang setingkat di atasnya.

Shighotut Tahammul

Dalam penyampaian hadits, seseorang perawi akan mengungkapkan bagaimana perawi yang satu tingkat di atasnya menyampaikan hadits itu kepada dia. Cara pengungkapan tersebut dinamakan shighotut tahammul.

Ada beberapa contoh shighotut tahammul yang mengisyaratkan ketersambungan sanad, di antaranya adalah:






Ungkapan-ungkapan ini adalah beberapa contoh shighotut tahammul yang menunjukkan bahwa perawi itu benar-benar mendengar langsung dari perawi yang setingkat di atasnya.


Penggunaan kata ‘an (dari) sebagai pengungkapan bagaimana suatu perawi menerima hadits itu, tidaklah secara tegas memastikan bahwa perawi itu benar-benar mendengar langsung dari perawi yang setingkat di atasnya. Penggunaan shighotut tahammul ‘an disebut juga periwayatan ‘an-anah atau mu’an-‘an.

Perhatikan perbedaan penggunaan shigotut tahammul berikut ini dalam contoh yang berbeda.


 Az-Zuhriy dari Said bin al-Musayyab

Contoh pertama menunjukkan bahwa az-Zuhriy mendengar hadits itu langsung dari Said bin al-Musayyab. Sedangkan contoh kedua adalah riwayat an-anah atau mu’an-‘an, yang tidak menunjukkan secara tegas bahwa az-Zuhriy menerima hadits itu langsung dari Said bin al-Musayyab. Bisa juga az-Zuhriy mendengar dari orang lain yang orang itu mendengar dari Said bin al-Musayyab.

(dikutip dari naskah buku “Mudah Memahami Ilmu Mustholah Hadits (Syarh Mandzhumah al-Baiquniyyah”, Abu Utsman Kharisman)

Bersambung...


Copas dari : salafy.or.id

No comments:

Post a Comment