Ini dia 3 cerita Rakyat Jawa Barat yang Melegenda.

Kalau ada yang bilang Indonesia adalah negeri yang kaya, mereka 100% benar. Termasuk kekayaan budaya nya.

Berbicara mengenai kekayaan budaya, salah satu yang tidak bisa lepas dari kehidupan rakyat kita adalah cerita-cerita rakyatnya.

Benar sekali, kehidupan masyarakat Indonesia, dipenuhi dengan cerita legenda. Bahkan setiap daerahnya memiliki kisah-kisah legenda tersendiri.

Jadi mungkin pantas ya kalau negeri ini di juluki tanah legenda.

Kita mungkin masih ingat waktu kecil dulu orang-orang tua kita sering membacakan cerita-cerita rakyat yang menurut saya sangat menarik sekali waktu itu.

Naah, 3 cerita legenda ini dijamin akan mengingatkan anda kembali ke masa-masa kecil dulu.

Apa saja ceritanya ?

Baik, yang pertama cerita tentang perjalanan cinta seorang putri dengan seekor monyet bernama Lutung Kasarung.

Bercerita tentang seorang putri kerajaan Pasir Batang di Jawa Barat bernama putri Purbasari yang di buang ke hutan karena menderita penyakit kulit yang sulit disembuhkan.

Dihutan, ternyata Purbasari dapat berteman akrab dengan para binatang, sehingga binatang-binatang disana membantu segala kebutuhannya.

Suatu hari sang putri bertemu dengan seekor monyet hitam berekor panjang (lutung). Ternyata lutung tersebut adalah jelmaan dari pangeran Guruminda dari kayangan yang sedang menjalani hukuman.

Melihat keadaan sang putri, Guruminda merasa iba dan bersemedi di suatu tempat untuk mendapatkan obat penawar bagi penyakit Purbasari. Diceritakan tempat lutung tersebut bersemedi berubah menjadi sebuah telaga yang berisi air penyembuh berbagai macam penyakit.

Purbasari pun di suruh mandi di telaga itu, maka sembuhlah penyakit kulit yang selama ini di deritanya. Semenjak itu, Purbasari berteman akrab dengan lutung jelmaan Guruminda yang diam-diam mencintai sang putri.

Singkat cerita, diketahui penyakit sang putri telah sembuh, Purbasari pun di undang kembali ke istana.

Namun perjalanan hidup di istana tidak berjalan mulus karena Purbasari harus bersetru denga  kakaknya Purbararang yang iri karena tahta kerajaan akan di turunkan kepada Purbasari. 

Purbasari harus mengikuti berbagai sayembara agar dapat terlepas dari ancaman sang kakak.

Diakhir cerita, Purbasari memenangkan sayembara dan hidup bahagia bersama sang lutung yang kembali menjadi ujud asalnya guruminda.

Cerita ke dua tentang legenda Asal-Usul Nama Kota Bandung.

Pada kisah ini, bercerita tentang seorang kakek sakti bernama Empu Wisesa yang tinggal di pinggiran sungai Citarum. Kakek tersebut memiliki seorang putri cantik bernama Sekar dan 2 orang murid bernama Jaka dan Wira.

Awalnya Empu Wisesa menemukan Jaka dan Wira di sebuah desa yang hancur oleh letusan gunung tangkuban perahu saat masih bayi.

Jaka adalah seorang yang suka menggampangkan sesuatu dan malas belajar, sedangkan Wira kebalikannya, seorang murid yang patuh dan rajin sehingga keduanya memiliki kemampuan yang jauh berbeda.

Singkat cerita, keduanya jatuh hati kepada putri sang Empu, Sekar. Empu Wisesa menerima pinangan Jaka untuk putrinya, tapi ternyata Sekar telah jatuh hati terlebih dahulu kepada Wira.

Untuk menghindari perselisihan, empu Wisesa membuat sayembara yang isinya siapa saja bisa memadamkan lahar panas tangkuban perahu maka dialah yang pantas bersanding dengan Sekar.

Bagi Jaka itu adalah hal yang mustahil, tapi didepan sang Empu dia menyanggupinya dan pamit berkelana untuk menimba ilmu lagi. Namun pada kenyataannya Ia hanya berfoya-foya dan bermain wanita.

Wira menganggap sayembara ini sebuah tantangan, dia mengerahkan seluruh pengetahuannya guna mencari cara untuk memadamkan lahar itu. Setahun kemudian akhirnya Wira menemukan cara, yaitu dengan membendung sungai Citarum dengan terlebih dahulu mengungsikan orang-orang dan binatang.

Lama-kelamaan air mulai menggenang, lahar panas pun mendingin dan area cekunganpun berubah menjadi danau yang luas, orang-orang kemudian menyebutnya dengan sebutan "Danau Bandung".

Akhirnya Wira dan Sekar hidup bahagia membangun keluarga. Melewati waktu yang lama, lambat laun bendungan runtuh dan airnya mengering. Lahannya menjadi lahan yang subur dan dijadikan tempat tinggal manusia. Tempat tersebut kemudian mereka sebut Bandung.

Terakhir Legenda tentang Karang Nini dan Bale Kambang.

 Ini cerita dari Kab. Ciamis, tentang asal-usul pantai karang Nini yang terkenal. Konon di desa Karangtunjang atau Desa Emplak Jawa Barat hiduplah sepasang suami istri bernama Aki Ambu Kolot dan Nini Arga Piara.

Sebuah keluarga nelayan yang sudah lama menikah tapi belum juga dikaruniai momongan. Meski demikian, keluarga ini hidup rukun dan damai.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Aki Ambu Kolot setiap sore menjelang malam pergi melaut untuk memancing dan baru pulang esok harinya.

Suatu hari Aki Ambu Kolot merasa tidak enak badan, tapi dia tetap harus melaut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Nini Arga berusaha mencegah Aki Ambu melaut karena merasa khawatir, selain itu Nini Arga merasakan firasat buruk akan terjadi.

Namun Aki Ambu bersikeras, Nini Arga pun tak kuasa menahannya, sehingga dengan berat hati Ia melepaskan kepergian suami yang sangat disayanginya.

Sesampainya di tengah laut, kakek yang usianya mulai renta itu mulai melempar kailnya. Dengan sabar dia menunggu kailnya sambil sesekali bersiul-siul untuk mengusir rasa bosan. Hari sudah gelap namun tidak seekor ikan pun yang menyentuk umpan kailnya. Sesekali ia mengayuh perahunya ke tempat lain berharap ada yang menyambar kailnya disana. Tapi semua seolah sia-sia.

Tidak terasa hari telah menjelang pagi, kokok ayam jantan mulai terdengar bersahut-sahutan. Nini Arga segera bersiap-siap membuat sarapan untuk menymbut suaminya yang segera pulang.

Namun sampai menjelang siang suami yang di cintainya itu belum kunjung juga. Nini Arga mulai gelisah, hal-hal buruk mulai menyelinap ke dalam fikirannya. Setelah sabar menunggu dan sampai sore hari belum kunjung juga, Nini Arga berusaha mencarinya dengan menelusuri pantai. Namun samapai larut malam Aki Ambu tidak juga di temukan.

Keesokan harinya, kembali Nini Arga mencari dengan di bantu oleh warga desa, hasilnya nihil sehingga seluruh warga pulang kembali ke rumah masing-masing.

Tinggallah Nini Arga sendiri merenungi nasibnya. Dalam kesedihannya ia berdo'a memohon kepada Yang Maha Kuasa agar dipertemukan dengan suaminya Aki Ambu Kolot.

Tidak lama setelah berdo'a, tiba-tiba ada sebuah batu yang mengambang muncul dihadapannya. Bersamaan dengan itu, Nini Arga mendengar suara ghaib yang mengatakan bahwa batu itu adalah penjelmaan dari Aki Ambu Kolot. Suara itu juga mengatakan bahwa Nini Arga sudah tidak mungkin lagi bertemu dengan Aki Ambu.

Betapa sedih hati Nini Arga menerima kenyataan, dan tidak menyangka semua itu bakal menimpa orang yang sangat di cintainya.

Namun Nini Arga sadar semua itu sudah ketetapan yang tidak bisa di ubah lagi.

Ia pun naik dan duduk di atas batu karang itu, sambil meneteskan air mata. Karena cinta kasih dan kesetiaannya pada suaminya, Nini Arga lalu turun dan bersimpuh di hadapannya seraya berdo'a memohon agar dirinya juga diubah menjadi batu.

Do'a Nini Arga sepertinya didengar oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Tiba-tiba langit menjadi gelap disusul hujan lebat yang disertai petir yang menyambar-nyambar. Bersamaan dengan itu Nini Arga berubah menjadi batu yang menghadap ke batu karang penjelmaan Aki Ambu. Bentuk batu karang itu menyerupai tubuh Nini Arga.

Oleh karena itulah batu tersebut oleh masyarakan di sebut Karang Nini, sedangkan batu karang penjelmaan Aki Ambu di sebut dengan Bale Kambang.

Itulah ketiga cerita yang mungkin dulu sudah tidak asing lagi di telinga kita. Walaupun begitu, tidak akan bosan kita menceritakan kisah ini kembali untuk anak cucu kita.

Sumber :

• histori.id