Seperti biasa, saat malam sudah
begitu larut fasilitas angkutan umum pun sudah mulai berkurang,apalagi
daerah-daerah tertentu di Bandung memang memiliki angkutan umum yang terbatas. Untuk
yang berkantong tebal, itu bukan masalah…. Ada Taxi yang siap mengantar ke
seluruh sudut kota.
Pulang kampus terlalu malam,
otomatis angkutan umum pun hanya biasa menemani sampai perempatan
Sudirman-Gardujati. Sampai disini angkotpun mengucapkan selamat tinggal dan
tiba saatnya untuk mengukur jarak yang tersisa dengan telapak kaki mungil ini.
Menelusuri panjangnya
Jln.Gardujati, tidak begitu sepi. Kiri-kanan bahu jalannya berjejer kendaranaan
pribadi yang diparkir rapi. Mungkin pendatang, atau mungkin juga penduduk
setempat. Sepanjang jalan ini tidak begitu ramai tapi juga tidak sepi. Para pedagang
kaki lima dengan berbagai produk kuliner yang mereka jajakan ikut menghiasi
trotoar-trotoarnya.
Tidak mengherankan jika malam
dijalan ini terus bergeliat, mengingat dikawasan ini pernah pernah berdiri
kawasan elit prostitusi dengan lebel saritem nya, yang konon dibangun bersamaan
dengan pembangunan jalur kereta Api di bandung ini.
Larut tenggelam dalam lamunan
membuat perjalan tidak begitu terasa melelahkan. Lantunan syair “Arti Kawan”
nya Pas memanggil kembali kesadaranku, dan tidak terasa posisi sudah di
perempatan Pasir Kaliki-Dr.Junjunan (Perempatan Pasteur). Dan Alhamdulillah,
angkot terakhir masih setia menungguku….
"Sampai disini angkotpun mengucapkan selamat tinggal dan tiba saatnya untuk mengukur jarak yang tersisa dengan telapak kaki mungil ini"
ReplyDeleteSis teu salah...."kaki mungil?"
hahaha...., boleh diperiksa kok pak...
ReplyDelete